Wikimedia Commons
Penyelamatan naskah-naskah kuno Minangkabau dari sejumlah wilayah kabupaten/kota di Sumatra Barat relatif sulit dilakukan karena keterbatasan anggaran.
Kepala Bidang Deposit Pengamatan dan Pelestarian Bahan Pustaka Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumbar, Surya Esra, Senin (25/4) di Kota Padang mengatakan tidak ada dana yang dianggarkan secara khusus untuk pembelian naskah-naskah kuno itu. Padahal, berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 43/2007 tentang perpustakaan, di dalamnya juga mengatur soal perhatian terhadap naskah-naskah kuno tersebut.
Akibatnya, imbuh Surya, hingga kini pihaknya baru memiliki 23 naskah kuno Minangkabau yang sementara ini diperoleh dari masyarakat di Kabupaten Agam, Pesisir Selatan, Solok Selatan, Padangpariaman, dan Kota Padang yang berisikan soal pajak gadai, sifat-sifat rasul, obat-obatan, dan cerita rakyat. Sementara kebanyakan naskah-naskah tersebar di Malaysia dan Singapura.
Anggota DPRD Sumbar Abel Tasman mengatakan, sejauh ini politik anggaran memang belum berpihak pada upaya penyelamatan naskah-naskah kuno. Ia mengatakan, anggaran untuk Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumbar hanya sekitar Rp10 miliar per tahun untuk seluruh kegiatan ditambah dana dari pusat sekitar Rp2 miliar .
"Memang belum ada perhatian ke situ. Di DPRD pun hanya sedikit anggota yang peduli. Padahal ini persoalan yang paling mendasar untuk membangun," kata Abel.
Berdasarkan catatan Kompas, naskah-naskah kuno Minangkabau yang berisikan cerita-cerita rakyat, ajaran dan hukum agama, asal-usul, dan beragam jenis naskah kuno lainnya diketahui telah diperjualbelikan ke luar negeri.
Praktik jual beli itu terutama terjadi di Kota Payakumbuh, selain di Kabupaten Dharmasraya dan Pariaman. Para pemburu naskah dan barang-barang kuno itu biasanya bergerilya hingga ke kampung-kampung guna mendapatkan yang diinginkan. (Ingki Rinaldi)
Kepala Bidang Deposit Pengamatan dan Pelestarian Bahan Pustaka Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumbar, Surya Esra, Senin (25/4) di Kota Padang mengatakan tidak ada dana yang dianggarkan secara khusus untuk pembelian naskah-naskah kuno itu. Padahal, berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 43/2007 tentang perpustakaan, di dalamnya juga mengatur soal perhatian terhadap naskah-naskah kuno tersebut.
Akibatnya, imbuh Surya, hingga kini pihaknya baru memiliki 23 naskah kuno Minangkabau yang sementara ini diperoleh dari masyarakat di Kabupaten Agam, Pesisir Selatan, Solok Selatan, Padangpariaman, dan Kota Padang yang berisikan soal pajak gadai, sifat-sifat rasul, obat-obatan, dan cerita rakyat. Sementara kebanyakan naskah-naskah tersebar di Malaysia dan Singapura.
Anggota DPRD Sumbar Abel Tasman mengatakan, sejauh ini politik anggaran memang belum berpihak pada upaya penyelamatan naskah-naskah kuno. Ia mengatakan, anggaran untuk Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumbar hanya sekitar Rp10 miliar per tahun untuk seluruh kegiatan ditambah dana dari pusat sekitar Rp2 miliar .
"Memang belum ada perhatian ke situ. Di DPRD pun hanya sedikit anggota yang peduli. Padahal ini persoalan yang paling mendasar untuk membangun," kata Abel.
Berdasarkan catatan Kompas, naskah-naskah kuno Minangkabau yang berisikan cerita-cerita rakyat, ajaran dan hukum agama, asal-usul, dan beragam jenis naskah kuno lainnya diketahui telah diperjualbelikan ke luar negeri.
Praktik jual beli itu terutama terjadi di Kota Payakumbuh, selain di Kabupaten Dharmasraya dan Pariaman. Para pemburu naskah dan barang-barang kuno itu biasanya bergerilya hingga ke kampung-kampung guna mendapatkan yang diinginkan. (Ingki Rinaldi)
No comments:
Post a Comment